Mendarat di Schipol, Amsterdam 2016


International Airport  Schipol, Amsterdam , The Netherlands 
Oktober 16 2016, saya resmi menginjakkan kaki di salah satu sudut dunia, di belahan Eropa untuk pertama kalinya  , Amsterdam. Ibu kota negara “ kincir angin” ini sangat kental dengan budaya traditional Eropa dengan bangunan yang khas ala Europe pada umumnya. Teringat sebuah tulisan saya di tahun 2009 ( 7 tahun yang lalu) yang terinspirasi dari salah satu video visualisasi mimpi anak IPB.  Video ini sempat viral yang berisikan bagaimana dia menulis 100 mimpinya di atas kertas dan sartu persatu mimpinya di peluk oleh Tuhan . Saya pun melakukan hal yang sama , saya tulis salah satu mimpi yakni ingin menempuh studi di “ Jepang/Belanda “ . Akhirnya Belanda dapatnya. Visualisasi mimpi ternyata berdampak positif juga ke saya. Finally, I am here ( now,  I was here-late posted )


“Burung Besi”  Garuda Indonesia dengan Rute penerbangan Indonesia - Singapore - Amsterdam sukses mendaratkan kaki saya di Bandara Schipol Amsterdam setelah menempuh perjalan 13 jam nonstop di udara dengan kondisi selamat tanpa kurang suatu apapun. Tibalah jiwa dan ragaku pada tanggal 16 Oktober 2016 pada pukul 08.30 waktu Eropa ( di Indonesia masih pagi buta , since Indonesia jauh lebih cepat 6-7 jam dengan waktu di Eropa) dengan segenap mimpi yang akan diperjuangkan . Semilir angin dingin menyambut saya beserta penumpang lainnya. Kala itu adalah akhir musim gugur , dimana dedaunan berjatuhan begitu indahnya, daun “ maple” yang entah mengapa menjadi “ sulap” , menyadarkanku bahwa saya sudah di luar negeri . Alhamdulillah.

“ Its very cool” , kataku repleks pada pramugari  atau semacam guide yang menuntun penumpang menuju ke antrian pengecekan passport dan visa di ke imigrasian bandara.
Yeah, Its cool” balas bule yang ada di” belakang saya” yang lagi berjalana keluar dari pintu pesawat. Asap mengepul dari mulut saya, pertanda saya ada di negara ber-musim 4 , akhirnya saya menginjakkan kaki di Eropa , gumamku dalam hati. Maklum Belanda yang pada faktanya adalah negara yang berada di bawah permukaan laut merupakan negara terdingin di dunia, bahkan summer saja untuk sekelas orang tropis seperti saya masih bukan “ summer” , hanya musim panas biasa hehe.

Saat itu kami di jemput oleh Maz Arieza dan beberapa mahasiswa tahun kedua lainnya , yang akhirnya sekitar 30 menitan bertemu di spot yang kami sepakati. Pertama kami memastikan membeli kartu SIM yang akan menajdi nomer aktif selama kita di Belanda. Saat itu saya memutuskan untuk membeli kartu perdana LEBARA dengan paket kuota 2G yang bisa di Top Up online dengan harga 35 EURO atau setara IDR 350.000 ( kurs Euro terhadap rupiah saat itu). Kedengarannya mahal ya. Tapi 2 Gigabyte itu gak bakal habis dalam sebulan karena tarif yang mereka kenakan dalam akses internet relatif lebih murah jika dibandingkan di Indonesia, dengan kecepatan per detiknya yang luar biasa. Selama 1 bulan pertama di Belanda, GPS saya selalu aktif,  kemanapun saya pergi pasti GPS saya aktifkan (takut nyasar ) karena baru menyesuaikan. Bahkan kejadian terlucu saya memakai GPS dari asrama ke kampus di minggu-minggu awal perkuliahan.

Kesan pertama menginjakkan kaki di Eropa adalah “ excited ” , saya tertarik dari dulu dengan bangunan tua sama halnya bangunan-bangunan di tempat-tempat wisata di Indonesia yang notabene peninggalan bangsa Londo =Belanda, seperti benteng Vredberg yang ada di Malioboro, Jogjakarta ataupun Benteng Rotterdam di Makassar. Pada intinya saya senang dengan gaya arsitektur Eropa. Saya percaya dengan segala keindahan yang Allah swt ciptakan adalah anugerah terindah yang patut kita syukuri , terlebih kemegahan itu ada di sudut dunia yang ribuan mil jauhnya dari Indonesia, bagiku sebagai anak desa, its amazing . Tentu ini adalah pengalaman yang tidak semua orang akan bisa mencicipinya jika  bukan karena kehendak sang Kuasa.

Sehabis mengantri di petugas ke imigrasian, selanjutnya sama seperti keyakinan saya , Mungkin ini adalah mitos. Konon jika kita ber-photo di suatu tempat yang sifatnya momentum atau mungkin jarang terjadi, maka kemungkinan suatu saat kita kita akan kembali ke tempat itu di waktu yang berbeda/kesempatan lain . Karena saya ingin suatu saat nanti kembali ke tempat ini ( sugesti diri agar itu terwujud suatu saat nanti) ,, maka saya mengabadikannya dalam gambar /photo seperti di bawah ini :

Source : Self Documentary, Schipol , Amsterdam 

Berphoto bersama sambil menunggu teman yang lain mengambil bagasi di Bandara Schipol . Keterangan photo : Jaket hijau : Mbak Fuji ( Awardee Beasiswa NFP 2016) , Jaket Orange ( Awardee ? ) , Jaket hitam hemmm……

Saya salut dengan betapa tertib dan teraturnya “ negara maju” sekelas Belanda, di man-mana ada label petunjuk dan petugasnya ramh-ramah ( bekerja secara professional) , menyusuri lorong-lorong yang panjang dari gate penerbangan internasional ke ruang tunggu arrival itu panjang banget saudara-saudara.

Source : Self Documentary, I AMSTERDAM 

Satu-satunya photo sendiri yang saya punya di depan icon bandara Schipol, I AM STERDA(M), bersih banget ya…
Source : Self Documentary , Photo bersama salah satu Awardee NFP 2016


Fokus sama tulisan I AM(STERDAM)-nya aja hehe , senyum sumringah kami sebelum berjuang….Jujur photo ini diambil “ngumupet-ngumpet” karena kereta akan segera berangkat menurut jadwal actual di 9292 ( Aplikasi android yang berisi jadwal keberangkatan transportasi umum di Belanda) , bahkan kami diteriakin berkali-kali sama Kak Arieza ( Awardee LPDP 2015-2017) untuk segera turun di stasiun mengingat jadwal sangat strict dan punctual.

Habis berphoto-photo ria selanjutnya kami bergegas naik kereta api ke kota Delft ( kota tujuan saya). Kereta api yang kami tumpangi akan melaju selama 1 Jam dari Amsterdam Station to Delft Station. Sepanjang perjalanan , dengan naik kereta apai , tidak terlalu banyak yang bisa disaksikan oleh mata, karena jalur kereta api cenderung berada pada pinggiran perkotaan , daerah pertanian atau daerah perindustrian, jadilah  selama perjalanan hanya ladang perkebunan, pertanian dan peternakan yang mendominasi pemandangan. Tapi nuansa hijau, orange, merah, kuning dan putih dari dedaunan sebagai penanda musim gugur sungguh memanjakan mata.



Berikut wajah-wajah selfie kami yang masih kusut dan capek pasca penerbangan panjang berphoto di lorong kereta lantaran  lantaran kami membawa banyak barang, takut menggangu penumpang lainnya . Saya seh sedkit aja ( tapi kresek hitam itu loh yang di tangan saya) à sudah terbang dari Indo hingga Belanda. Keren kresek-nya terbang melintasi 2 Benua..... 

Source : Self Documentary, While in the Train to Delft 


Source : Self Documentary, Group Photo in Delft Station 


Kami sempat mengabadikan photo di depan Pintu keluar Delft Station sebelum kami tiba di kampus sebelum ke Mina Hostel ( asrama mahasiswa elit untuk mahasiswa UNESCO –IHE Delft dan TU Delft). Orang-orang di photo tersebut 2 diantaranya adalah Mahasiswa baru juga dari Afrika dan Brazil , Mbak yang muka China itu dari Mongolia Mahasiswa master angkatan tahun kedua ( 2015) dan yang cowok lagi sibuk mandangin adek kelasnya sepertinya dari Brazil juga. Mas Arieza ( kaburrr) gak mau di photo…yang mbak pegang koper namanya Dina alumni UGM ( PNS Dinas PU PR –NFP juga sama Mbak Wiwin Alumni salahs satu kampus di Bandung juga wardee NFP), satu ada AYU alumni UNDIP ( Awardee STUNED) tapi gak ada di photo, katanya " diculik" sama kakak kelasnya hehe...

Kalo yang di belakang bule tinggi, kurang faham….nebeng eksis katanya
Tapi bapaknya keren ramah walaupun tidak dianggap dalam photo hehe…

Setiba kami di kampus UNESCO-IHE langsung disambut ramah oleh para staff di kampus tersebut, dan disuguhkan nasi dengan lauk agak Asian taste, ya lumayanlah  , jadi perutnya tidak langsung kaget. Dan saat itu juga kami diberikan kunci kamar, kartu mahasiswa ( kunci sensor untuk akses official di IHE), serta jaket mahasiswa IHE yang akan jadi almamater kita nantinya.
Source : Self Documentary,
Photo dengan Mbak Fuji dan Mbak dari Brazil ( lupa namanya hehe) 


Selama perjalanan menuju ke asrama kita , sempat mengabadikan banyak hal termasuk photo bertiga termasuk dengan bule keren di samping saya yang katanya “ jago meditasi melalui kegiatan yoga bahkan dia bawa karpetnya segala dari Brazil …wodaouhh….sama kaya saya ya bawa kresek dari Indo . Sempat juga mengabadikan betapa indahnya kanal di kota Delft yang sangat segar denga bunga bunga yang mekar menambah suasana romantis dan tenangnya kota “ keramik biru “ ini.


Source : Self Documentary,
Salah satu pemandangan romantis di Kota Delft, diambil di perjalana menuju Hostel Mina
di Krusemaanstraat 


Delft, I am coming…….

To be continued……

Next story  : Cerita “  Terhipnotis Delft di Minggu Perdana 




Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Mendarat di Schipol, Amsterdam 2016"

Post a Comment

Terima kasih telah berkunjung di website kami